Laman

scroll

Kamis, 27 Oktober 2011

Rukun rukun wudhu

Rukun-rukun wudhu
Rukun-rukun yang disepakati ada empat yaitu :
1. Mencuci wajah
2. Mencuci tangan
3. Mengusap kepala
4. Mencuci kedua kaki
Rukun-rukun yang diperselisihkan, antara lain
1.Tertib
Menurut Hanafiyah dan Malikiyah tertib dalam
wudhu hanyalah sunnah muakkadah dan tidak
fardlu. Sebab dalam ayat Allah Subhanahu wa
Ta’ala
menggunakan huruf و bukan ف atau ُث  م yang
menunjukan tertib. Sedangkan و hanyalah untuk
mutlaqul jam’i.
Sedangkan menurut Hanabilah dan Syafi’iyah
tertib dalam wudhu adalah fardlu (al-fiqh al-islami
1/231). Dalilnya :
Demikianlah perbuatan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Salam yang datang dalam hadits-hadits yang
shohih
Sesuai dengan hadits Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
Salam اِ (Mulailah dengan apa yang
dimulai oleh Allah, hadits riwayat Muslim no
1218). Walaupun hadits ini tentang masalah haji,
yaitu berkaitan dengan firman Allah Subhanahu
wa Ta’ala  , namun ‘ibroh adalah
dengan keumuman lafalnya bukan dengan
kekhususan sebab.
Allah Subhanahu wa Ta’ala memasukkan yang
diusap diantara hal-hal yang dicuci. Dan hal ini
telah keluar dari qoidah balagoh. Dan tidak ada
faedah yang bisa diperoleh dari hal ini (keluar dari
qoidah balagoh) kecuali tertib (Syarhul Mumti’
1/153)
Oleh karena barang siapa yang berwudhu dengan
tidak tertib maka wudhu tidak sah
Adapun tertib antar selain empat anggota yang
disebutkan dalam ayat maka hukumnya sunnah
berdasarkan ijma’. Misalnya antara berkumurkumur
dan beristinsyaq dengan wajah, antara kaki
kanan dengan kaki kiri, tangan kanan dengan
tangan kiri, dan antara kepala dan telinga. Sebab
pada hakikatnya ini contoh-contoh ini merupakan
satu anggota tubuh.Yaitu parar ulama
menganggap kaki kanan dan kaki kiri sebagai satu
anggota tubuh.(Taudlihul Ahkam 1/189, al-fiqh alislami
1/233)
Oleh karena itu jika seorang berwudhu tanpa
tertib (walaupun karena lupa), maka wudhunya
tidak sah karena wudhu adalah satu kesatuan
sebagaimana sholat. Jika seseorang sujud
sebelum ruku kemudian baru ruku maka sholatnya
tidak sah walaupun dia dalam keadaan lupa.
(Syarhul Mumti’ 1/154)
2.Muwalah
Yang dimaksud dengan muwalah adalah
bersambungan. Yaitu wudhu harus dilakukan
bersambungan jangan terpisah hingga anggota
tubuh yang sebelumnya kering. Menurut
Hanafiyah dan Syafi’iah muwalah hukumnya
sunnah tidak wajib. Namun menurut Malikiyah dan
Hanabilah hukumnya adalah fardlu sebab
Adanya hadits Kholid bin Mi’dan (telah lalu). Kalau
seandainya muwalah tidak rukun tentu Nabi tidak
memerintahkan laki-laki tersebut untuk
mengulangi wudhunya, tetapi cukup
disempurnakan saja. (al-fiqh al-islami 1/234-235)
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa Salam senantiasa
melakukannya Qiyas dengan sholat, karena sholat itu harus
muwalah. Kalau sholat terpisah dengan
pembicaraan maka batal

sumber :  www.doktermuslim.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar