Laman

scroll

Rabu, 14 Desember 2011

Nabi Hud

Anak cucu kaum Nabi Nuh AS , mulai ingkar, mereka menyembah berhala. Allah SWT mengutus Nabi Hud AS, tapi mereka tetap ingkar. Akhirnya mereka dibinasakan.
Sebagian Kaum Nabi Nuh yang beriman berhasil selamat. Mereka mendarat dengan mulus setelah berlayar mengarungi samudra akibat banjir bandang. Mereka yang kemudian disebut Kau “Ad” menetap di desa Al-Ahqaf, dan kembali hidup dengan tenteram.
Nabi Hud AS adalah keturunan Sam bin Nuh AS (cucu nabi Nuh) ia di utus kepada kaumnya yang bernama kaum “Ad”, suatu kaum yang bertempat tinggal di sebelah utara Hadramaut negeri Yaman. Kaum Ad adalah kaum yang sangat mahir membikin benteng yang kokoh dan kuat, tetapi sayang, mereka menyembah berhala.
Untuk beberapa zaman sesudah itu, ajaran Tauhid Nabi Nuh dapat
tetap tegak. Namun, setelah generasi demi generasi berganti, mereka mulai melupakannya. Mereka bahkan membuat patung dari nenek moyang – yang selamat dari banjir bandang – untuk dipuja dan disembah. Penghormatan terhadap nenek moyang seperti itu berkembang terus dari generasi ke generasi.
Sampai akhirnya penghormatan itu berubah menjadi penghambaan dan syirik. Mereka menyembah patung nenek moyang dan mulai melupakan Allah SWT. Mereka menjadi musyrik dan kafir kembali. Mereka juga mengklaim sebagai kaum yang terkuat sehingga sombong. Kata mereka, “Siapakah yang lebih kuat dari kami?” (QS Fushshilat: 15).
Di tengah kaum Ad yang mulai kufur dan musyrik itulah, Allah SWT mengutus Nabi Hud, seperti Nabi-nabi lain juga berseru, ‘Wahai kaumku, sembahlah Allah, yang tiada tuhan lain bagi kalian selain Dia.” (QS Hud: 50). Tapi kaum Ad bukannya menurut, mereka malah marah, sebab mereka merasa lebih terhormat dari Nabi Hud.
Dengan sombong mereka bilang, “Apakah engkau ingin menjadi pemimpin bagi kami dengan dakwahmu itu? Imbalan apa yang engkau inginkan? Mereka menantang, dan memang bersedia memberi apa saja yang diminta asal Nabi Hud menghentikan dakwahnya.
Nabi Hud tidak mengharapkan imbalan apa-apa selain agar kaum Ad mau berpikir jernih, menerangi pemikiran dengan cahaya kebenaran. Nabi Hud hanya ingin mereka bersyukur akan nikmat Allah: bagaimana Allah menjadikan mereka sebagai khalifah setelah Nabi Nuh; memberi mereka kekuatan fisik, banyak kenikmatan yang melimpah, dan memakmurkan bumi.
Bukannya sadar, mereka bahkan semakin ingkar. Kata mereka, “bagaimana engkau bisa menyalahkan tuhan-tuhan kami sedangkan kami mendapati nenek moyang kami juga menyembah mereka?” maka jawab Nabi Hud, “Sesungguhnya nenek moyanag kalian telah berbuat salah!” tentu saja kaum Ad semakin marah. Maka mereka pun mengejek Nabi Hud, “Wahai Hud, apakah engkau akan mengatakan bahwa setelah kami mati dan jadi tanah akan hidup kembali?”
“Kalian akan kembali hidup pada hari kiamat, dan Allah SWT akan bertanya tentang apa yang kalian lakukan selama kalian hidup di bumi!” tapi mereka malah tertawa. “Alangkah aneh pandanganmu itu!” seru mereka. “Mana mungkin orang yang sudah mati bisa hidup kembali!” teriak mereka.
SIKSA PEDIH
Tidak berhenti sampai disitu, mereka bahkan terus mengejek. “Apa itu hari kiamat?” bagaimana mungkin ada hari dimana manusia yang sudah mati bisa dihidupkan kembali?” kata mereka serempak
Nabi Hud menjelaskan, kepercayaan akan datangnya hari kiamat sangat penting. Sebab, di hari kiamatlah kelak keadilan akan di tegakkan. Orang yang berbuat kebajikan akan mendapat pahala dan surga, sementara yang ingkar akan mendapat siksa yang amat pedih, masuk kedalam neraka. Meski sudah berkali-kali di ingatkan, kaum Ad malah berani berkata, “Jauh sekali dari kebenaran apa yang kamu ancamkan kepada kami. Kehidupan ini tak lain hanyalah kehidupan kita di dunia ini, kita mati dan hidup dan sekali lagi tak akan di bangkitkan lagi.” (QS Al-Mukminun: 36-37).
Singkat cerita, tantangan terhadap dakwah Nabi Hud semakin keras terutama dari para Ruasa, alias para pembesar kaum Ad, atau mereka yang berstatus bangsawan yang kaya raya yang disebuat kaum Ma’la dengan sangat sombong, mereka bilang, “Bagaimana kita mau mengikuti manusia biasa yang makan dan minum dari piring dan gelas yang terbuat dari emas dan perak? Bukankah aneh kalau Allah memilih manusia biasa menerima wahyu?”
“Apa anehnya? Justru karena mengasihi kalian, Allah SWT mengutus aku kepada kalian. Jangan lupa, sesungguhnya kisah Nabi Nuh masih segar dalam ingatan kita. Orang-orang yang mengingkari Allah SWT telah dan pasti hancur, sekuat apapun mereka!” jawab Nabi Hud.
“Siapa yang dapat menghancurkan kami?” teriak para Ruasa’. “Allah SWT, jawab Nabi Hud tak kalah lantang.
“Tuhan-tuhan kami akan menyelamtkan kami!”
“Tuhan yang kalian sembah tidak akan mungkin dapat menolong, sebaliknya justru akan semakin menjauhkan kalian dari Allah SWT.”
“Kamu sudah gila, wahai Hud! Kami memahami rahasia kegilaanmu. Kamu menghina tuhan kami, dan tuhan kami akan marah kepadamu, karena itu kamu jadi gila!” teriak pemimpin kaum Ad itu. “Hai Hud kenapa tidak mendatangkan kepada kami suatu bukti nyata, dan kami sekali-kali tidak akan meninggalkan tuhan kami karena argumentasimu.” (QS Hud: 53).
Karena tak seorangpun kaum Ad yang mau beriman, Nabi Hud hanya bisa pasrah kepada Allah SWT. Meski begitu ia tetap sabar dan tidak bersikap emosional. Lalu katanya dengan tegas, “Sesungguhnya aku bersaksi kepada Allah SWT dan saksikanlah olehmu sekalian bahwa sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan selain dari Allah. Sebab itu, jalankanlah semua tipu dayamu terhadapku, dan janganlah kamu memberi kelonggaran kepadaku.” (QS Hud: 54-55).
Nabi Hud berkata lagi, “Sesungguhnya aku bertawakkal kepada Allah SWT, tuhanku dan tuhanmu, tidak satupun binatang melata, melainkan Dialah yang memegang ubun-ubunnya. Sesungguhnya tuhanku dijalan yang lurus. Jika kamu berpaling, sesungguhnya aku telah menyampaikan kepadamu segala apa yang aku di utus oleh Allah. Tuhanku akan mengganti dengan kaum yang lain, (karena) kamu tidak dapat membuat mudarat sedikitpun kepada-Nya. Sesungguhnya tuhanku Maha Pemelihara segala sesuatu.” (QS Hud: 56-57).
Segala daya upaya Nabi Hud tidak berhasil. Maka tidak ada jalan lain baginya kecuali pasrah dan menunggu janji Allah SWT berupa siksa dan azab bagi kaum Ad yang ingkar itu. Mula-mula Allah menguji mereka dengan kekeraingan yang luar biasa. Begitu terik matahari ketika itu, sehingga batu-batu yang di sentuh pun memercikkan bola api. Di tengah krisis itu, kaum Ad bertanya kepada Nabi Hud, “Mengapa terjadi kekeringan ini, wahai Hud?”
“Sesungguhnya Allah SWT telah murka kepada Kalian. Jika kalian beriman, Allah SWT akan menurunkan hujan.”
Mereka bukannya bertobat, tetapi justru mengejek dan semakin menganggap bahwa Nabi Hud benar-benar telah gila. Akibatnya, masa kekeringan semakin panjang dan dahsyat. Pepohonan yang hijau pun mulai menguning menegering lalu mati semua. Dan tak lama kemudian, datanglah awan besar menggelantung bergulung-gulung di langit. Melihat itu kaum Ad gembira, mengira hujan akan segera turun.
Namun betapa kagetnya mereka ketika tiba-tiba udara berubah, yang tadinya panas dan kering menjadi sangat dingin menusuk tulang. Angin bertiup sangat kencanag, menerbangkan semua benda di atas bumi. Dari hari ke hari,  udara dingin semakin dingin. Maka kaum Ad pun mulai ketakutan, berlarian kesana kemari mencari perlindungan.
Namun, badai semakin kencang, menghancurkan tenda dan rumah-rumah, menerjang dan membunuh apa saja, tetumbuhan maupun hewan, mencabik dan merobek pakian, bahkan mengelupas kulit kaum Ad. tak terkecuali. Nabi Hud mengungsi bersama kaum yang beriman. Dan selama dalam pengungsian itu, badai dingin terus menghantam selama tujuh malam dan delapan hari.
Itulah azab yang Allah timpakan kepada kaum Ad yang selalu ingkar. Mayatpun bergelimpangan dimana-mana. “Allah menimpakan angin itu kepada mereka selama tujuh malam dan delapan hari terus-menerus. Maka kamu lihat kaum Ad ketika itu mati bergelimpangan seakan-akan mereka tunggul pohon kurma yang lapuk.” (QS Al-Haqqah: 7).
Tak satu benda atau binatang pun yang tersisa, tak seorang pun yang hidup. Semua binasa bak pohon kurma yang lapuk. Sementara Nabi Hud dan kaum yang beriman di selamatkan oleh Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar